Jumat, 27 Februari 2009

Hidup Narkoba

Oleh: Yuhdi Fahrimal

LAMPU Komunikasi

Tulisan ini dibuat atas dasar keprihatinan kepada nasib generasi muda

Bagi masyarakat, narkoba bukan sebuah kata yang baru lagi. Akses narkoba yang merambah masyrakat menengah ke bawah menyebabkan barang haram ini cepat dikenal oleh masyarakat. Bukan saja orang dewasa, remaja dan anak-anak pun dirambah oleh narkoba. Mereka seakan terlena dengan barang haram yang mematikan ini.

Bukannya tidak ada perhatian dari pemerintah. Berkali-kali pemerintah sudah memperingatkan hingga mengambil langkah hukum yang tegas terhadap pengguna dan pengedar narkoba. Masyarakat juga tidak terlalu bodoh untuk tahu efek apa yang dapat ditimbulkan oleh narkoba.

Sebelum itu semua, ada baiknya kita memahami apa sebenarnya narkoba itu. Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya. Narkoba adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba juga dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis.

Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 1997, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika sendiri mempunyai beberapa jenis, yaitu: tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja.

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, Psikotropika merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika sendiri memiliki zat-zat tersendiri, antara lain: Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide), dsb.

Masih dalam ruang lingkup keluarga besar narkoba. Zat Aditif lainnya juga mengambil peran penting disini. Zat Aditif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistim syaraf pusat, seperti: Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether, dsb. Zat-zat ini sendiri merupakan racun bagi tubuh manusia.

Pada dasarnya zat yang dikandung dalam narkoba dipakai untuk pengobatan dan penelitian. Tapi karena trend di masyarakat Indonesia senang dengan hal-hal baru dan tingginya keinginan untuk coba-coba, akhirnya kecanduan pada narkoba tidak dapat dihindarkan lagi. Umumnya saat sekarang ini pemakai narkoba adalah remaja dan anak-anak. Ketergantungan ini timbul ketika remaja memiliki masalah dalam hal pencarian jati diri mereka. Kebanyakan remaja ada pada usia labil. Mereka mengalami krisis identitas diri karena untuk dikelompokkan ke dalam kelompok anak-anak merasa sudah besar, namun kurang besar untuk dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Hal ini merupakan masalah bagi setiap remaja di belahan dunia ini, termasuk Indonesia.

Saat remaja berada diambang krisis identitas inilah peran orang tua dan keluarga dalam memberikan dukungan dan perhatian lebih agar anak mereka tidak terjebak dunia hitam narkoba. Biasanya remaja pada posisi ini membutuhkan perhatian lebih dari orang tua dan orang-orang sekitarnya. Bila kebutuhan remaja kurang diperhatikan, maka remaja akan terjebak dalam perkembangan pribadi yang "lemah", bahkan dapat dengan mudah terjerumus ke dalam belenggu penyalahgunaan narkoba.

Di Indonesia saat ini, banyak remaja yang terjebak dalam penyalahgunaan narkoba. Awalnya mereka hanya coba-coba dan menganggap segala masalah yang tengah dihadapi akan hilang begitu saja. Bukan hanya karena alasan itu, bagi sebagian pengguna narkoba usia remaja menganggap hidup dengan narkoba merupakan suatu gaya hidup (life style) anak muda masa kini. Dengan memakai narkoba mereka berpikir mereka sudah masuk kedalam deretan anak gaul.

Penyebab ketergantungan pada narkoba ternyata bukan hanya itu saja. Bujukan dari teman-teman atau lingkungan sekitar dimana remaja itu berinteraksi sangat mempengaruhi penyalahgunaan narkoba. Saling ejek sesame teman-teman bagi yang tidak memakai narkoba, sehingga yang tidak memakai tadi merasa terkucilkan hingga akhirnya memakai narkoba.

Masalah yang dapat ditimbulkan oleh narkoba bukan hanya ketergantungan tapi juga mempercepat penularan HIV/Aids bagi penguna narkoba jenis suntik. Masalah ini akan menjadi sangat parah ketika yang tertular adalah remaja-remaja penerus bangsa. Kehilangan generasi penerus merupakan awal kehancuran suatu bangsa. Bisakah kita bayangkan ketika bangsa ini tisak ada lagi generasi penerus yang akan memegang kendali pemerintahan demi kesejahteraan rakyat?.

Perlu adanya antisipasi dari berbagai pihak khususnya orang tua, sebelum narkoba merambah anak mereka dan remaja lainnya. Perhatian dari orang tua dan orang-orang sekitar merupakan strategi jitu dalam membendung jerat narkoba. Selain itu sebagai bangsa yang berdaulat, tentunya peran pemerintah tidak dapat dilupakan begitu saja. Pemerintah memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang narkoba.(dari berbagai sumber)

ESA HILANG, DUA TERBILANG

Refleksi 10 November

“Siapa pahlawan sejati?”, pertanyaan yang terus ada dibenak kita. Memaknai pahlawan berarti memasukkan nilai-nilai heroik ke hati kita. Kita setuju bahwa pahlawan adalah ‘orang yang berjasa, mengorbankan seluruh jiwa dan raganya kepada kita’. Kita setuju jika Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Cut Keumala Hayati, Sisingamanga Raja, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Antasari, Pattimura, Soekarno, Mohd. Hatta dan ratusan bahkan ribuan nyawa yang sudah melayang pada perang kemerdekaan adalah Pahlawan. Mereka telah menyumbang sesuatu yang sangat berharga dan mahal bagi Bangsa ini. Sebuah kemerdekaan ‘yang menyeluruh’.

Mari kita buka kembali alam pikiran kita. Mungkin akan ada satu kalimat yang selalu harus kita ingat, “Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”. Kalimat ini hendaknya menjadi filosofi bagi kita. Pahlawan tidak pernah menuntut penghargaan atas jasa-jasanya. Namun bagaimana kita menyikapi kehadiran dan nilai-nilai kepahlawanan mereka. Jika mereka harus meminta, mungkin mereka akan memohon dengan meneteskan air mata, “Tolong sejahterakan rakyat dan Bangsa Indonesia”.

Jika dulu orang seperti Teuku Umar berperang melawan Belanda yang terang-terangan menjajah dan memonopoli hasil bumi Aceh. Kini anak cucunya harus berperang melawan ‘belenggu kemiskinan’. Pemerintah sudah mengupayakan dan menyusun program pemulihan ekonomi rakyat. Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah 63 tahun merdeka, dan selama itu pula tetap belum tuntas masalah perekonimian rakyat. Stabilitas politik juga masih carut-marut. Seharusnya kita malu pada mereka yang telah memberikan darahnya demi kemerdekaan Bangsa ini.

Masalah-masalah sosial yang terus berkecamuk di Bangsa ini semakin menenggelamkan citra Indonesia. Korupsi meraja lela. Tidak hanya oknum tingkat tinggi kaliber penguasa negara, pengusaha, gubernur dan bupati. Oknum tingkat rendah juga berani bermain memanipulasi uang rakyat. Jika dulu kalimat “Esa hilang, Dua terbilang” bermakna tumbuhnya semangat kepahlawanan, sekarang makna tersebut akan berubah menjadi “tumbuhnya semangat memanipulasi uang rakyat”. ‘Siapakah Pahlawan Sejati saat ini?”, ini adalah tugas bagi kita semua ditengah ‘krisis kepercayaan’.

“TAJI SI DAUN MUDA”

Jika mendengar kata FISIPOL/FISIP/Sospol, pikiran masyarakat tertuju pada salah satu universitas swasta yang memang terbilang cukup lama telah memiliki fakultas yang mampu mencetak politikus-politikus muda ini. Namun agaknya pemikiran tersebut tidak berlaku saat ini. Sejak satu tahun yang lalu, telah hadir satu fakultas baru dalam naungan universitas ‘jantong hatee rakyat aceh’ setelah perencanaan pendirian fakultas ini selama ± 20 tahun. Fakultas ini diharapkan melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang mampu menyerap, menganalisis, dan memberikan solusi yang konkrit terhadap permasalahan-permasalahan sosial & politik masyarakat Aceh khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, mengingat keberagaman (kemajemukan) yang dimiliki bangsa ini, serta diharapkan fakultas nantinya dapat menjadi ‘Pusat Studi Sosial’.

Meskipun terbilang fakultas baru (setelah FMIPA) serta masih menyandang status ‘Program Studi Ilmu Sosial & Politik’ dengan koordinator program Prof. Dr. Ir. Syamsul Rizal, M. Eng. selaku Pembantu Rektor I, FISIP memiliki daya pikat tersendiri. Tidak tanggung-tanggung sebanyak ± 500 calon mahasiswa pada tahun 2007 mendaftar untuk program studi ini, namun hanya setengah dari angka tersebut yang lulus pada SPMB lokal FISIPOL pada Agustus 2007. Sebanyak 250 mahasiswa tersebut tersebar pada tiga program studi, yaitu masing-masing Sosiologi (50 mahasiswa), Ilmu Politik (100 mahasiswa), dan Ilmu Komunikasi (100 mahasiswa). Sementara itu, jumlah mahasiswa FISIP meningkat pada tahun 2008 ini menjadi ± 300 mahasiswa yang masuk melalui SNMPTN, USMU, serta pindahan antar fakultas dalam lingkungan Unsyiah, ini membuktikan bahwa selama rentang waktu satu tahun keberadaan FISIPOL telah banyak diketahui oleh masyarakat. Agaknya FISIPOL telah menampakkan tajinya buktinya, diawal tahun kelahirannya FISIPOL telah mengikutsertakan mahasiswanya dalam berbagai ajang diskusi & seminar dengan pemateri dari dalam dan luar negeri.

Kini usia kampus tercinta ini sudah menginjak usia satu tahun ( 3 September 2007 – 3 September 2008), ini merupakan usia yang masih sangat muda, namun harapan & impian masih jauh terbentang di depan, dan pastinya membutuhkan kerja keras semua pihak guna membawa FISIPOL meraih semua harapan & impian tersebut.

SELAMAT DIES NATALIS KE-1 FISIPOL

SELAMAT DIES NATALIS KAMPUS KAMI TERCINTA

Keluarga Besar Mahasiswa Ilmu Komunikasi

BEM

KOMITMEN = RESUFFLE

“Berikan darah kalian pada kami, bukan nafas kalian”. Mungkin kalimat inilah yang harus diucapkan oleh ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fisip. Hilangnya komitmen serta lunturnya loyalitas anggota terhadap organisasi internal kampus ini membuat gerah sang ketua. Berbagai rancangan program telah dipersiapkan namun seakan gayung tak bersambut, tidak ada pelaksanaan kegiatan yang jelas. BEM merupakan organisasi yang menampung aspirasi serta menjalankan semua aspirasi mahasiswa. Sebuah lembaga eksekutif yang tetap tunduk dibawah pemerintahan rakyat. Jika dihitung-hitung sudah tercatat rentang waktu 6 bulan semenjak pembentukan BEM beserta kabinetnya. Semua setuju bahwa ini merupakan waktu yang singkat bagi sebuah lembaga internal kampus tapi bukan berarti hampa. Ibarat bayi yang baru lahir, BEM hanya baru mampu merangkak dan sekali-kali merengek.

Tidak mau organisasi ini runtuh dan hilang dimakan usia, ketua BEM mengadakan rapat akbar guna meresuffle kabinetnya. Hal ini didasarkan oleh desakan dan saran Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) yang telah melakukan sidang istimewa. Menurut beberapa mahasiswa sikap tersebut seharusnya dari dulu diambil, mengingat memang sudah tidak efisien lagi kinerja BEM rezim kabinet lama dan adanya benturan kepentingan dari sekelompok mahasiswa yang menggunakan BEM sebagai lembaga distributor keinginan mereka. Ternyata permasalahan yang dihadapi BEM bukan saja itu. Adanya sikap skeptis di kalangan mahasiswa menyebabkan distorsi yang mengahambat kinerja BEM kedepan. Mahasiswa hanya mampu berteriak “maliiingg...” ketika mereka berada dibelakang namun diam seperti disumpal batu. Selain itu ketidakharmonisan hubungan antar anggota menjadi dasar pengambilan sikap untuk resuffle kabinet.

Dengan kabinetnya yang baru (meskipun jabatan masih diduduki oleh wajah-wajah yang sama) sang ketua berharap BEM ini mampu berjalan disisa waktu kepemimpinannya. Komitmen mungkin telah terajut kembali. Kini pertanyaannya adalah “apakah dengan kabinet barunya BEM mampu berbuat yang lebih baik?”. Kita hanya bisa menunggu dan berdo’a.