Kamis, 30 April 2009

Laporan Pengawasan Pemilu 2009

TPS : I

Desa : Cot Jambo

Kecamatan : Blang Bintang

Kabupaten : Aceh Besar

Pemilu 2009 yang digelar 9 April 2009 merupakan pesta demokrasi terumit dalam catatan pemilu di Indonesia. Tidak saja dari jumlah parpol yang bertarung. Cara menentukan pilihan, penentuan kemenangan caleg dan partai, masa kampanye juga menjadi hal-hal yang menyebabkan pemilu kali ini menjadi sedikit rumit. Pelaksanaan pemilu 2009 menjadi hal yang sangat menarik perhatian para pengamat. Mulai dari pengamat politik hingga ekonomi. Semua memberikan pandangan dan prediksi terhadap masa depan bangsa Indonesia pasca pemilu. Dalam pemilu kali ini terdapat 44 partai dengan pemabagian; 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal. Lahirnya partai politik lokal di Aceh merupakan pelaksanaan dari butir-butir MoU Helsinski. Persaingan antar parpol sangat terasa di Aceh. Tidak saja partai politik nasional, partai politik lokal juga tidak mau kalah untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya. Ini terbukti dari hasil perolehan suara yang diterima oleh Partai Aceh. Partai politik lokal Aceh ini memperoleh suara terbanyak di Nanggroe Aceh Darussalam. Semua ini terlepas dari ada intimidasi atau tidak.

Berdasarkan pengamatan penulis saat mengawasi jalannya pemilu di TPS I Desa Cot Jambo, Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar Partai Aceh menang untuk DPRA dan DPRK Acveh Besar. Untuk DPRA, Partai Aceh memperoleh suara sebanyak 61 suara dari 174 pemilih. Sedangkan untuk DPRK, Partai Aceh memperoleh suara sebanyak 48 suara dari 174 pemilih. Untuk DPR-RI, Let Bugeh caleg dari partai Patriot memperoleh suara terbanyak, sedangkan untuk partai politik, Partai Demokrat menempati urutan pertama. Suara untuk DPD diraih oleh Bachrum Manyak nomor urut 6.

Secara garis besar pelaksanaan pelimu di desa Cot Jambo berlangsung sukses. Namun, untuk satu-dua hal masih terdapat kekurangan. Menurut Keuchik Cot Jambo, ini wajar terjadi karena baru kali ini untuk pertama kalinya desa Cot Jambo melaksanakan pemilu di TPS desanya sendiri. Pada pemilu-pemilu yang lalu warga desa Cot Jambo melaksanakan pemilu di SD Simpang Keuramat bersama dua desa tetangga mereka lainnya. Tempat Pemungutan Suara (TPS) baru dibuka pada pukul 08.15 WIB, seharusnya TPS dibuka pada jam 07.00 atau jam 08.00 WIB. Sumpah Kelompok Pelaksana Pemungutan Suara (KPPS) juga tidak dilakukan oleh Ketua KPPS. Anggota KPPS tidak memakai tanda pengenal kecuali Pengamanan TPS yang memakai atribut Hansip.

Antusias masyarakat Cot Jambo untuk berpartisipasi dalam pemilu 2009 sangat tinggi. Terlihat ketika warga berduyun-duyun menuju TPS untuk memberikan suranya. Hanya saja masih ada masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya. Entah karena memang masuk ke dalam “golongan putih” atau malah tidak mendapat surat undangan untuk mencontreng. Menurut Ketua KPPS TPS I desa Cot Jambo, Ilias, semua warga yang sudah memiliki hak pilih sudah diberikan undangan tapi beliau tidak tahu pasti mengapa ada warga yang tidak mau menggunakan hak pilihnya. Dari 223 orang pemilih di daftar pemilih tetap (DPT) hanya 174 orang yang menggunakan hak pilihnya.

Saat istirahat makan siang, penulis duduk bersama warga desa Cot Jambo yang menunggu penghitungan suara dilaksanakan. Seorang bapak berceloteh sambil tersenyum bahwa nasib Aceh akan sama untuk 5 tahun ke depan. Pendapat sepihak bapak itu disambut baik oleh seorang ibu yang duduk di sebelah bapak itu dan di depan penulis. Beliau berkata bahwa mereka (caleg-pen) duduk di DPR hanya untuk memperkaya diri sementara nasib rakyat ditelantarkan. Sebuah kalimat yang kritis memang, namun itulah masyarakat Aceh yang menggunakan hati nurani dan pikiran mereka dalam mencari sebuah kebenaran dalam memperjuangkan hak mereka.

Pada saat penghitungan suara dilakukan pada pukul 14.00 WIB banyak warga yang menyaksikan. Mungkin mereka mau tahu siapa yang akan duduk di kursi dewan dan akan membuat kebijakan untuk mereka. Penghitungan suara dimulai dari caleg DPR-RI disusul suara untuk caleg DPRA dan DPRK. Satu per satu kertas suara dikeluarkan oleh petugas KPPS. Ketika membaca surat suara DPRA, yang dominasi pemenangnya adalah caleg dari Partai Aceh, seorang ibu yang ikut menyaksikan jalannya penghitungan suara berkata dengan nada sinis kepada penulis. “Mereka (caleg Partai Aceh-pen) lagi yang naik, kita lihat saja apa yang akan terjadi”. Penulis terhenyak ketika mendengar kata-kata ibu itu. Apa yang akan terjadi jika memang Partai Aceh menang dan calegnya memenangkan pemilu?. Apakah ada dosa yang dibuat oleh mereka?. Entahlah ibu itu lebih mengerti apa yang benar menurutnya dan siapa yang berhak menjadi wakilnya di parlemen.

Penghitungan suara berakhir pada pukul 18.37 WIB. Terdapat perbedaan yang sangat kentara pada perolehan suara caleg. Jumlah suara keseluruhan untuk DPR RI adalah 174 suara, DPRA 173 suara, DPRK 175 suara, dan DPD 173 suara sedangkan jumlah pemilih yang memberikan suara berjumlah 174 pemilih. Kepanikan terlihat di wajah semua anggota KPPS. Ketua KPPS berinisiatif akan melakukan penghitungan ulang dengan teliti pada pukul 19.30 WIB. Perbedaan tadi mungkin karena keadaan TPS yang disesaki warga yang ingin menyaksikan proses penghitungan suara. Penghitungan suara baru berakhir pada pukul 23.05 WIB, selanjutnya diantar ke Kantor Kecamatan dengan pengawalan dua personel Polisi dari Poltabes Banda Aceh.

Yuhdi Fahrimal

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unsyiah

Pengawas Pemilu Partisipatif Mahasiswa 2009