Kamis, 13 Januari 2011

Si “Bungsu” yang (Masih) Terus Berbenah




Kemarin (11/01/2010) saya ke travel seorang teman. Sekali-kali ingin juga bersilaturahmi ke tempatnya. Seperti biasa hanya beberapa pegawai yang ada, mereka terlihat agak santai. Mungkin karena masih jam istirahat makan siang.

Sambil bercerita yang entah ngelantur kemana-mana, mataku menangkap seonggok majalah yang tergeletak di atas salah satu meja. Penasaran, saya mengambil satu majalah. Benar saja, itu majalah yang menjadi House Journal (jurnal internal) yang dikeluarkan oleh pihak universitas. Warta Unsyiah, namanya. Kerjaan bagian hubungan masyarakat yang bertugas menerbitkannya. Tentunya dengan dana yang berasal dari universitas.

Ada yang menarik saat saya memerhatikan cover majalah itu. Tertulis “FISIP, Si ‘Bungsu’ yang Terus Berbenah”. Ini laporan utamanya. Tertulis jelas dengan huruf berwarna merah. Laporan ini di Warta Unsyiah edisi 133/November 2010. Agaknya kali ini Warta Unsyiah ingin mengekspos keberadaan FISIP Unsyiah sebagai fakultas baru di lingkungan Unsyiah. Mungkin juga untuk menambah eksistensi FISIP di Unsyiah agar dianggap lebih “ada”.

Hasil liputan jurnalistik Tim Warta Unsyiah itu dikemas menjadi hampir tiga halaman. Pertama ada wawacanra dengan Dekan FISIP Unsyiah, Dr. Syarifuddin Hasyim, SH., M.Hum. beliau baru dilantik menjadi dekan tanggal 7 September 2009. Berarti hampir satu setengah tahun beliau memimpin FISIP yang terus bebenah. Selanjutnya wawancara dengan Pembantu Dekan III FISIP yang mengurusi bagian kemahasiswaan, Drs. Zainal Abidin AW, M.Si. namanya. Sebagai penutup laporan mengenai FISIP Unsyiah diwawancarai juga Ketua BEM FISIP periode 2010-2011, Zulfiadi Ahmedy.

Namun dalam laporan yang “apik” itu terdapat beberapa kejanggalan. Bukan penggunaan diksi jurnalistiknya, namun kontradiksi terdapat pada bedanya omongan dengan kenyataan. Tanpa ada maksud untuk memprovokasi, berikut kejanggalan yang saya tangkap. Hasil tangkapan mahasiswa yang fakir ilmu.

1. Dalam kutipan wawancara yang ditulis tim Warta Unsyiah, ada pernyataan dari Dekan FISIP Unsyiah, sebagai berikut, “Misi lain dari FISIP Unsyiah adalah melakukan kajian tentang dinamika sosiologi dan politik dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara”. Publik sudah tahu kalau FISIP Unsyiah memiliki tiga jurusan, Ilmu Politik, Sosiologi, dan Ilmu Komunikasi, yang selalu diulang-ulang oleh Bapak Dekan saat beliau diberi waktu untuk berbicara kapan pun dan dimana pun. Bagi anda mahasiswa FISIP Unsyiah pasti sangat sering dan kadang “jenuh” mendengar pengulangan kata-kata ini.

Sementara dari pernyataan yang beliau lontarkan, hanya menyebutkan mahasiswa yang dibentuk oleh FISIP Unsyiah adalah generasi yang mampu mengkaji dinamika sosiologi dan politik, lantas dikemanakan disiplin ilmu komunikasi? Apakah mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi hanya menumpang kuliah dan hanya wajib membayar uang kuliah setiap semesternya. Sebagai bagian dari Keluarga Besar Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, saya agak tersinggung juga.

Menurut pemikiran saya yang masih fakir ilmu ini, adalah beda pengkajian bidang sosiologi, politik, dan komunikasi. Meskipun ketiga-tiganya kadang memiliki hubungan yang erat antara satu dengan lainnya. Namun adalah keliru jika tidak menyebutkan pengkajian komunikasi secara spesifik. Bagi saya, komunikasi memiliki masalah yang jauh lebih kompleks ketimbang politik dan sosiologi. Tidak ada maksud menciptakan sentiment personal dari tiap jurusan karena memang sudah bukan jamannya lagi.

2. Ada tulisan yang menyebutkan penyediaan fasilitas internet bagi kelangsungan sistem administrasi FISIP Unsyiah. Fasilitas ini dapat dinikmati oleh “masyarakat” FISIP, baik dosen, tenaga administrasi, maupun mahasiswa. Fasilitas ini pun diberikan secara gratis alias tidak dipungut uang sepersen pun kepada siapa pun yang memakainya. Kiranya perturan ini hanya berlaku kepada dosen dan tenaga administrasi FISIP Unsyiah. Tapi bagaimana dengan mahasiswa? Sudah bukan rahasia lagi kalau mahasiswa ingin menggunakan fasilitas internet untuk hanya sekedar mengisi Kartu Rencana Studi on-line harus membayar dengan kisaran Rp3000-Rp5000.

Tarif ini juga berlaku jika mahasiswa membuat Surat Aktif Kuliah sebagai persyaratan pengusulan penerima beasiswa. Saya tidak tahu apakah di kampus-kampus lain dalam lingkungan Unsyiah juga berlaku hal yang sama? Apakah anda tahu? Jika memang anda tahu, bolehlah kita berbagi pengalaman. Tapi ini yang terjadi di kampus FISIP Unsyiah. Artinya, ada kontradiksi antara pernyataan dan kenyataan.

3. Untuk meningkatkan kualitas mahasiswa, dekanan FISIP Unsyiah merancang berbagai program baik akademik maupun ekstrakulikuler. Dari segi akademik, dilakukan peningkatan kualitas dosen atau tenaga pengajar di FISIP. Kebanyakan dari mereka memiliki gelar akademik S2 dan S3, seperti yang dikemukakan Dekan FISIP Unsyiah saat diwawancarai oleh Tim Warta Unsyiah. Selain itu, pihak FISIP juga mengadakan kuliah umum dengan mengundang dosen tamu dari berbagai universitas di Indonesia dan luar negeri. Ini memang terlaksana sebagaimana mestinya. Justru mahasiswa antusias setiap kali kuliah umum dilakukan. Tamunya pun tidak tanggung-tanggung, hampir semuanya guru besar dari universitas ternama. Selamat untuk Bapak Dekan yang sudah berusaha. Sedangkan dari segi ekstrakulikuler, pihak dekanan FISIP mendukung setiap kegiatan mahasiswa.

Nah, di sini timbul masalah. Dari pengalaman yang saya temukan di lapangan. Berhubung dua tahun saya berkecimpung di lembaga kemahasiswa FISIP, bentuk dukungan yang diberikan hanya berupa ucapan lisan non-materi. Mengapa saya katakana seperti itu? karena dari berbagai program yang kami rancang, tidak ada sedikit pun suplai dana yang berasal dari kas kemahasiswaan FISIP, sementara mahasiswa yang ingin membuat kegiatan harus mengirim proposal ke Biro Kemahasiswaan Unsyiah. Itu pun untuk jangka waktu yang tidak pasti kapan akan keluar dananya. Pernah juga hampir terjadi manipulasi kuitansi oleh Bagian Keuangan FISIP.

Cerita seperti ini, saat itu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP di bawah komando Yudhi Ridhayat hendak melakukan kegiatan FISIP Music Festival 2010. Sebagai kebiasaan mahasiswa, proposal harus “dilempar” ke Biro Kemahasiswaan Unsyiah untuk mendapat dana selain menjalin kerja sama dengan pihak lain di luar universitas. Sambil menanti keluarnya uang dari biro, kepanitiaan terus melakukan persiapan. Namun, pada suatu hari terdengar kabar bahwa uang dari biro untuk FISIP Music Festival 2010 sudah keluar sebanyak Rp1 Juta. Sebagai ketua umum, Yudhi Ridhayat harus menandatangani kuitansi penerimaan. Sang ketua harus menandatangani kuitansi senilai Rp2 juta. Terjadi perdebatan hebat antara ketua dan bagian keuangan FISIP. Akhirnya, Sang ketua batal membubuhkan tanda tangan dan menyatakan tidak akan menerima uang tersebut. Kasihan memang nasib mahasiswa, sudah lama nunggu proposal cair, malah disuruh untuk manipulasi.

Hanya ini beberapa tangkapan tak sengaja saya. Setidaknya bisa menggambarkan bagaimana secuil kisah di balik keberadaan FISIP Unsyiah. Ini masih beberapa, nanti kapan-kapan saya sambung lagi. Kalau terdapat banyak kesalahan, ya saya mohon maaf. Maklumlah saya hanya seorang yang masih sedikit ilmunya.

Salam mahasiswa.