Minggu, 03 Oktober 2010

Malam Tahun Baru Di Negeri Syari’at

Waktu belum terlalu malam. Kelelawar malam tak satu pun menunjukkan diri. Tidak ada juga lolongan anjing malam yang siap mencari umpan. Hanya ada hiruk pikuk di jalanan kota. Hampir seluruh warga kota tumpah ruah ke jalan menikmati malam pergantian tahun.

Suasana malam yang indah. Rembulan pun bersinar terang. Bulat penuh, putih warnanya. Dipadu dengan angin semilir yang bertiup sepoi, menambah semarak malam tahun baru.

Memperingati pergantian tahun pada malam hari seakan menjadi ritual khusus bagi masyarakat. Letusan kembang api membuat terang langit malam itu, 31 Desember 2009.

Aku masih mengitari jalanan kota. Aku memutuskan untuk tidak ikut memeriahkan malam pergantian tahun. Bukan karena aku terlalu idealis ini adalah budaya kafir, tapi karena aku tidak tahu esensi dari malam pergantian tahun baru itu sendiri. Bagiku malam pergantian tahun sama saja dengan malam-malam biasa, toh intinya hari esok harus lebih baik dari hari kemarin, menurut kepercayaanku itulah yang disebut orang yang beruntung.

Tapi aku juga tidak bisa menyalahkan orang-orang yang merayakannya. Ada yang hanya bakar kembang api, ada yang pakai ritual bakar ayam atau ikan, bahkan ada yang saling maaf-maafan ketika jam menunjukkan pukul 00.00 WIB. Laksana sebuah pesta kemenangan, itulah yang terjadi malam itu.

Aku masih mengitari jalanan kota, aku berniat untuk melihat-lihat apa yang dikerjakan warga kota dalam menyambut tahun baru kali ini. Di beberapa sudut kota aku melihat kerumunan warga. Kerumunan yang paling ramai terlihat di pusat kota. Personel Polisi yang diturunkan dalam sandi operasi lilin terlihat kewalahan. Ratusan orang tanpa mengenal jenis kelamin bercampur baur hingga memakan badan jalan dan menyebabkan kemacetan.

Saat aku mengitari jalanan kota, ponsel ku berdering mengisyaratkan ada pesan masuk. Aku buka sambil tetap melajukan sepeda motor ku dengan kecepatan rendah agar aku tetap bisa mengontrolnya. Sebuah pesan yang menghenyakkan ku sesaat. Ada permainan angka dan hari dalam pesan singkatnya.

27/12/09 ; Idul Adha, Jum’at

18/12/09 ; Tahun Baru Hijriah, Jum’at

25/12/09 ; Natal, Juma’at

1/1/10 ; Tahun Baru Masehi, Jum’at

26/2/10 ; Maulid Nabi Muhammad SAW, Jum’at

2/4/10 ; Wafat Yesus Kristus, Jum’at

28/5/10 ; Hari Raya Waisak. Jum’at

10/9/10 ; Idul Fitri, Jum’at

Ingat!!! Dalam Al-qur’an dikatakan kiamat juga akan terjadi pada hari Jum’at.

Sungguh sahabat yang baik, ia mengingatkan ku untuk tidak merayakan malam tahun baru dengan berhura-hura dan menyarankan untuk memperbanyak baca Al-qur’an.

Saat membaca pesan singkat itu, aku teringat pada penciptaan dunia dan jagat raya serta penciptaan Adam sebagai manusia pertama dan khalifah pertama di Bumi. Semua prosesnya terjadi pada hari Jum’at, bukan tidak mungkin jika dunia dan manusia turunan Adam dimusnahkan pada hari Jum’at juga.

Hari Jum’at adalah hari suci bagi umat muslim. Hitungannya dimulai sejak malam harinya. Berbagai amalan dianjurkan untuk dikerjakan pada malam Jum’at namun bukan bearti pada malam dan hari lainnya kita tidak dianjurkan untuk beribadah, namun hari Jum’at lebih banyak fadhilahnya.

Kiranya, malam pergantian tahun tidak hanya diperingati oleh masyarakat kota Banda Aceh saja. Seluruh warga dunia memperingati dengan berbagai kegiatan dan tradisinya masing-masing. Tapi aku tidak mau berbicara panjang lebar mengenai tradisi pergantian tahun warga dunia, hal ini lebih karena aku menghargai ke-pluralis-an masyrakat dunia. Ditambah lagi aku belum pernah keliling dunia secara nyata kecuali dengan media internet yang membuat dunia semakin kecil untuk dijelajah.

Aku hanya tahu ritual di daerah ini. Disini aku berada malam itu. Saat bunyi terompet dan letusan kembang api membahana di seluruh penjuru kota.

Sebelumnya aku terlibat pembicaraan dengan temanku. Pertama mengenai bulan yang indah malam itu. Di hadapan kami hiruk pikuk sepeda motor dan mobil lalu lalang. Sambil tetap berbicara, ku lepaskan pandangan ke keramaian jalan. Banyak muda mudi bercambur baur dalam satu sepeda motor. Si pria mengendarai dan si wanita memegang pinggang si pria dengan erat. Itu dapat dipastikan jenis pelukan namun dari belakang.

Kawan ku tersenyum sinis. Seakan ada pembenaran jika malam tahun baru apapun bisa dilakukan, termasuk anak gadis keluar rumah hingga dini hari. Harus ku akui, di kota ini ada semacam kesinisan dan ”hukuman” sosial jika ada anak dara yang pulang larut malam. Namun semua seolah tidak berlaku malam itu. Semua bebas mau pergi kemana saja, dengan siapa saja, bahkan berbuat apa saja.

Seorang teman ku yang lain beranggapan hal ini wajar terjadi. Ini termasuk kesenangan orang lain, demikian ucapannya. Meskipun Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sudah menghimbau untuk tidak merayakan malam pergantian tahun secara hura-hura, toh tetap itu juga yang dikerjakan oleh warga kota. Seolah himbauan itu tidak ada gunanya.

Ironis memang, Aceh Serambi Mekah telah menerapkan syari’at Islam, ribuan ulama lahir di tanah ini, lantas sekarang himbauan mereka tidak lagi didengarkan. Sangat berbeda dengan masa lalu. Justru ulama menjadi tokoh yang selalu didengar wejangannya, selalu dituruti nasihatnya, selalu menjadi panutan langkah hidupnya. Bagaimana dengan sekarang?, ulama seperti tidak ada artinya lagi. Mereka ”hanya” dibutuhkan untuk mengeluarkan fatwa-fatwa guna kemaslahatan umat.***

Waktu hampir menunnjukkan pukul 00.00 WIB. Aku masih berkeliling kota dengan temanku. Angin masih semilir. Ratusan manusia terus berdatangan dan memadati pusat kota. Satu persatu kembang api terbang dan meletus di angkasa, dengan berbagai bentuk.

Syahdan, aku takjub. Kilatan-kilatan berkulauan bermain di langit tengah malam. Sayup-sayup ku dengar bunyi lonceng. Kalau tidak salah itu berasal dari gereja yang ada di pusat kota. Cukup lama memang bunyinya. Bersahut-sahutan dengan bunyi letusan kembang api dan terompet.

Aku duduk di tepian sungai yang sudah dijadikan taman, tentunya masih dengan temanku. Kami tidak punya agenda apa-apa malam ini. Di samping kami beberapa pasangan duduk saling merapat.

Usai menikmati pesta yang aku tak tahu maksud dan tujuannya. Aku tak tahu dimana letak kenikmatannya. Tapi aku merasakan kedamaian dan pecutan. Aku harus lebih baik lagi di tahun depan.

2010 telah membuka gerbangnya. Aku harus siap memasukinya. Aku harus siap bertarung di dalamnya. Aku harus siap jatuh bangun. Aku harus segera memasang taktik dan strategi. Tahun ini aku harus menjadi juara.***(yuhdi fahrimal hazmi)

Tidak ada komentar: