Senin, 07 Maret 2011

ANDAI DIPO TAHU: TAK SELAMANYA MEDIA ITU INDAH

Ada saja kondisi yang tidak mengenakkan melanda pers di Indonesia. Setelah di penghujung tahun 2010 lalu terjadi penyerangan kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Sulawesi disusul pemukulan wartawan di Bener Meriah saat tahun 2011 baru berjalan beberapa hari saja. Sekarang muncul lagi statement dari seorang pejabat pemerintahan untuk memboikot media-media yang selalu mengritik pemerintah. Adalah Dipo Alam orangnya. Saat ini beliau sedang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2.

Pernyataan Dipo Alam tersebut banyak dikecam oleh berbagai pengamat dan praktisi media. Lebih-lebih para pekerja media yang dinyatakan Dipo masuk dalam “catatan hitam”-nya. Ternyata Dipo Alam gerah bercampur geram tiap kali membaca surat kabar, mendengar radio, dan menonton televisi yang isinya selalu mengritik pemerintah SBY. Selalu saja yang disoroti oleh media adalah bobrok pemerintah. Tidak pernah media melihat sisi positif pemerintah. Kondisi ini bagi Dipo Alam merupakan ancaman dan momok yang menakutkan. Pilihannya hanya satu, hilangkan mereka. Mereka disini adalah media-media yang dianggap bermasalah tadi.

Ada tiga media yang dinyatakan Dipo bermasalah, yaitu, Metro TV, TV One, dan Media Indonesia. Dua dari tiga media itu berada dalam satu perusahaan yang sama dengan pemilik yang sama pula, yakni Metro TV dan Media Indonesia berada dalam naungan Media Group, pimpinan Surya Paloh. Sedangkan TV One dimiliki oleh Aburizal Bakrie. Bagi Dipo Alam, ketiga media ini sudah berada pada stadium tinggi untuk mengritik pemerintah. Jika dibiarkan media-media ini akan terus menggrogoti bobrok pemerintah tanpa mau melihat keberhasilannya.

Tak khayal Dipo diserang habis-habisan oleh awak media, bahkan Metro TV sudah menyomasi Dipo Alam. Lantas apa kata Dipo Alam atas somasi Metro TV itu? Dipo Alam tidak pernah takut terhadap somasi itu karena menganggap ia tidak salah dan siap dengan pembelaannya.

Agaknya Dipo Alam lupa bahwa salah satu fungsi utama pers adalah kontrol sosial. Artinya pers menjalankan fungsi kontrol terhadap suatu kesalahan dan penyelewengan wewenang dalam sebuah sistem sosial. Dalam ranah studi komunikasi dikenal istilah Miror Theory. Teori ini mengatakan bahwa apa saja yang diberitakan oleh media adalah kondisi yang terjadi di masyarakat. Dipo bukanlah seorang anak kecil yang tidak tahu akan hal ini. Konon lagi Dipo merupakan salah satu tokoh penggerak reformasi yang gencar meneriakkan kebebasan berpendapat, namun sekarang malah ia yang tidak senang dengan kebebasan itu dan berbalik menentangnya. Semoga saja Dipo tahu bahwa tak selamanya media itu indah. He-he-he.

Tidak ada komentar: