Selasa, 25 Januari 2011

Media Oh Media

Perkembangan media massa dewasa ini sangat pesat. Berbagai media muncul secara simultan dan seakan tidak terbendung. Kondisi ini menyebabkan arus informasi setiap hari mengalir tak henti ke tengah masyarakat.

Media cetak merupakan media tertua di dunia. Sudah ada sejak 100-40 SM, ketika Julius Caesar berkuasa di Romawi kuno. Para jurnalis yang pada masa itu dikenal dengan nama diurnari bekerja atas perintah sang Raja untuk mencari berbagai informasi di empat penjuru mata angin (barat, timur, utara, dan selatan). Semua informasi yang terkumpul dituliskan pada sebuah papan besar di alun-alun kerajaan. Setiap orang yang mau membacanya harus datang ke alun-alun. Acta diurna, nama papan besar itu. Di situ rakyat mengetahui apa yang terjadi setiap harinya. Lambat laun media cetak semakin berkembang. Pada tahun 1950-an, seorang berkebangsaan Jerman, Johannes Gutenberg membuat sebuah penemuan yang fantastis sekaligus mengubah wajah dunia cetak dunia. Gutenberg menemukan sebuah mesin cetak, sedang ia heran terhadap temuannya ini yang bisa menggandakan tulisan. Pada mulanya mesin cetak buatan Gutenberg hanya digunakan untuk mencetak bible (injil). Lama kelamaan mesin cetak ini digunakan untuk memperbanyak buku dan majalah. Hingga akhirnya mesin cetak Gutenberg ini menyebar hamper ke seluruh dunia. Tapi sayang, Gutenberg tidak pernah menikmati hasil temuannya itu. Ia mati setelah beberapa waktu menemukan mesin cetaknya.

Media elektronik mulai merambah masyarakat pada kisaran tahun 1920-an. Bermula di benua Amerika kemudian masuk ke benua Eropa. Sementara itu, radio-lah yang masuk terlebih dahulu di tengah masyarakat. Agaknya, masyarakat antusias menerima media baru seperti Radio. Siaran yang disukai oleh masyarakat ketika itu adalah opera sabun. Namun, kondisi ini tidak bertahan lama. Sekitar tahun 1960-an muncul media televisi yang siap menyaingi popularitas radio. Ini sangat mungkin dilakukan oleh televisi karena ia merupakan media pandang-dengar yang memiliki kelebihan dari pada radio, sebagai media dengar.

Meski sedikit tersingkirkan, toh radio masih tetap bertahan. Masyarakat masih mau menyukai radio karena keefisienannya. Radio bisa dinikmati dimana saja. Tidak ada batasan ruang. Berbeda dengan televisi, kita harus menyediakan waktu untuk duduk dan menonton tayangan yang disuguhkan. Dibandingkan dengan radio, televisi memiliki dampak yang lebih besar pada khalayak. Masyarakat cenderung melihat dan meniru apa yang ditampilkan di televisi. Tidak jarang tindak kekerasan dalam masyarakat dipengaruhi oleh tayangan televisi. Masyarakat khususnya anak-anak dan remaja menginterpertasikan bahwa apa yang ditayangkan oleh televisi adalah benar adanya. Misalnya, tokoh Superman, Batman, Spiderman, dan lain sebagainya. Penonton usia anak-anak cenderung mempersepsikan bahwa ia pun dapat terbang seperti tokoh hero pujaannya itu. Tak khayal dewasa ini banyak kematian anak akibat jatuh dari tingkat tinggi, jika ditanya kepada temannya maka akan dijawab karena ingin seperti super heronya tadi.

Pada era berikutnya muncul media online, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Seakan tak mau kalah dengan pendahulunya, media baru ini mencoba mencaplok semua peran media yang lahir sebelumnya. Di online kita bisa membaca berita, menonton TV, serta mendengar streaping radio. tanpa harus susah-susah membeli atau berlangganan media cetak dan elektronik itu satu persatu. Namun disayangkan jika media online juga membawa malapetaka bagi masyarakat. Akses informasi yang tak terbatas dan tak berjarak membuat masyarakat cenderung mengakses informasi yang seharusnya tidak layak untuk diakses, misalnya, situs-situs porno. Selain itu, tindak kejahatan cyber juga sering terjadi di media online.

Media memang berkembang pesat. Beberapa dekade lagi entah media apa lagi yang akan lahir. Hanya saja perlu proteksi bersama guna menjaga diri dari terpaan dahsyat media. Jika tidak disaring mana informasi atau tayangan yang layak dan mana yang tidak layak, maka niscaya akan lahir masyarakat modern yang dikuasai oleh media. Bukan media yang menguasai manusia tapi manusialah yang menguasai media. Media hanya produk dari modrenitas manusia. Seharusnyalah manusia melakukan kontrol kepadanya. Manusia berhak mengatur media dan menata media agar lebih baik. Bukan hanya menyerahkannya kepada selera pasar. Medialah yang sebenarnya menentukan selera pasar. Rendah atau tinggi, murahan atau berkelasnya selera pasar sangat tergantung pada informasi dari media. (yfh)

Tidak ada komentar: