Jumat, 27 Februari 2009

ESA HILANG, DUA TERBILANG

Refleksi 10 November

“Siapa pahlawan sejati?”, pertanyaan yang terus ada dibenak kita. Memaknai pahlawan berarti memasukkan nilai-nilai heroik ke hati kita. Kita setuju bahwa pahlawan adalah ‘orang yang berjasa, mengorbankan seluruh jiwa dan raganya kepada kita’. Kita setuju jika Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Cut Keumala Hayati, Sisingamanga Raja, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Antasari, Pattimura, Soekarno, Mohd. Hatta dan ratusan bahkan ribuan nyawa yang sudah melayang pada perang kemerdekaan adalah Pahlawan. Mereka telah menyumbang sesuatu yang sangat berharga dan mahal bagi Bangsa ini. Sebuah kemerdekaan ‘yang menyeluruh’.

Mari kita buka kembali alam pikiran kita. Mungkin akan ada satu kalimat yang selalu harus kita ingat, “Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”. Kalimat ini hendaknya menjadi filosofi bagi kita. Pahlawan tidak pernah menuntut penghargaan atas jasa-jasanya. Namun bagaimana kita menyikapi kehadiran dan nilai-nilai kepahlawanan mereka. Jika mereka harus meminta, mungkin mereka akan memohon dengan meneteskan air mata, “Tolong sejahterakan rakyat dan Bangsa Indonesia”.

Jika dulu orang seperti Teuku Umar berperang melawan Belanda yang terang-terangan menjajah dan memonopoli hasil bumi Aceh. Kini anak cucunya harus berperang melawan ‘belenggu kemiskinan’. Pemerintah sudah mengupayakan dan menyusun program pemulihan ekonomi rakyat. Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah 63 tahun merdeka, dan selama itu pula tetap belum tuntas masalah perekonimian rakyat. Stabilitas politik juga masih carut-marut. Seharusnya kita malu pada mereka yang telah memberikan darahnya demi kemerdekaan Bangsa ini.

Masalah-masalah sosial yang terus berkecamuk di Bangsa ini semakin menenggelamkan citra Indonesia. Korupsi meraja lela. Tidak hanya oknum tingkat tinggi kaliber penguasa negara, pengusaha, gubernur dan bupati. Oknum tingkat rendah juga berani bermain memanipulasi uang rakyat. Jika dulu kalimat “Esa hilang, Dua terbilang” bermakna tumbuhnya semangat kepahlawanan, sekarang makna tersebut akan berubah menjadi “tumbuhnya semangat memanipulasi uang rakyat”. ‘Siapakah Pahlawan Sejati saat ini?”, ini adalah tugas bagi kita semua ditengah ‘krisis kepercayaan’.

Tidak ada komentar: